Sebutir Ekstasi, Seribu Penderitaan
Sebuah studi memperingatkan, mengkonsumsi ekstasi, walau dalam jumlah yang relatif kecil, dapat mengakibatkan rusaknya memori otak. Penyimpangan memori mirip dengan gangguan memori otak yang terjadi pada awal demensia -penurunan fungsional yang disebabkan oleh kelainan yang terjadi pada otak-.
Untuk menghindari hal ini, para peneliti dari University of Cologne berfokus pada orang-orang muda yang telah mengkonsumsi ekstasi. Selama satu tahun para peneliti mempelajari memori otak, kecepatan pemrosesan otak, dan konsentrasi dari orang-orang muda tersebut.
Pada orang-orang yang konsumsi ekstasinya berkurang menunjukkan penurunan yang jelas dalam memori episodik dibandingkan dengan yang konsumsinya tidak berkurang.
Memori ini terdiri dari pengalaman pribadi, menggabungkan informasi tentang apa yang terjadi, kapan dan di mana -seperti mengingat judul film terakhir yang ditonton dan dengan siapa dan duduk di mana.
Penyimpangan dalam memori dipandang sebagai indikator tahap pertama demensia. Sementara pengguna ekstasi, yang juga dikenal sebagai MDMA, narkoba kelas A, mungkin tidak menyadari otak mereka sedang terpengaruh dan kerusakan sudah terjadi.
Juru bicara para peneliti mengatakan. "Gangguan mungkin tidak segera terasa oleh pengguna, maka mereka mungkin tidak mendapatkan tanda-tanda bahwa mereka sedang dirusak oleh narkoba sampai semuanya terlambat."
Dr Daniel Wagner, dari University of Cologne, mengatakan bahwa penelitian ini telah membantu mereka memulai mengisolasi efek kognitif yang tepat dari obat tersebut.
Ahli psikologi yang berlisensi di Maryland dan New York itu menjelaskan, "Temuan kami dapat meningkatkan kekhawatiran mengenai penggunaan MDMA, bahkan dalam jumlah rekreasi selama periode waktu yang relatif singkat."
"Pernyataan umum yang muncul tentang ekstasi adalah bahwa sementara Anda menggunakan obat-obatan, Anda mungkin berharap gangguan memori yang sangat halus tapi pada kenyataannya hal tidak berpengaruh," katanya.
Menurut Dr Daniel, satu-satunya jalan terbaik untuk menghindari hilangnya memori otak yang lebih parah hanyalah dengan berhenti mengkonsumsi ekstasi dan narkoba jenis lainnya.
Bulan Juni 2012 yang lalu, Kepala Bagian Humas Badan Narkotika Nasional (BNN), Sumirat Dwiyanto, memperkirakan kebutuhan ekstasi di Indonesia setiap tahunnya mecapai 140 juta butir. Jumlah tersebut bernilai Rp48,2 triliun (US$5 miliar). Jumlah kebutuhan tersebut untuk memenuhi pengguna ekstasi yang mencapai 3,8 juta orang. Sedangkan jumlah yang dalam proses rehabilitasi hanya 18 ribu orang (0,48 persen) saja.
Untuk menghindari hal ini, para peneliti dari University of Cologne berfokus pada orang-orang muda yang telah mengkonsumsi ekstasi. Selama satu tahun para peneliti mempelajari memori otak, kecepatan pemrosesan otak, dan konsentrasi dari orang-orang muda tersebut.
Pada orang-orang yang konsumsi ekstasinya berkurang menunjukkan penurunan yang jelas dalam memori episodik dibandingkan dengan yang konsumsinya tidak berkurang.
Memori ini terdiri dari pengalaman pribadi, menggabungkan informasi tentang apa yang terjadi, kapan dan di mana -seperti mengingat judul film terakhir yang ditonton dan dengan siapa dan duduk di mana.
Penyimpangan dalam memori dipandang sebagai indikator tahap pertama demensia. Sementara pengguna ekstasi, yang juga dikenal sebagai MDMA, narkoba kelas A, mungkin tidak menyadari otak mereka sedang terpengaruh dan kerusakan sudah terjadi.
Juru bicara para peneliti mengatakan. "Gangguan mungkin tidak segera terasa oleh pengguna, maka mereka mungkin tidak mendapatkan tanda-tanda bahwa mereka sedang dirusak oleh narkoba sampai semuanya terlambat."
Dr Daniel Wagner, dari University of Cologne, mengatakan bahwa penelitian ini telah membantu mereka memulai mengisolasi efek kognitif yang tepat dari obat tersebut.
Ahli psikologi yang berlisensi di Maryland dan New York itu menjelaskan, "Temuan kami dapat meningkatkan kekhawatiran mengenai penggunaan MDMA, bahkan dalam jumlah rekreasi selama periode waktu yang relatif singkat."
"Pernyataan umum yang muncul tentang ekstasi adalah bahwa sementara Anda menggunakan obat-obatan, Anda mungkin berharap gangguan memori yang sangat halus tapi pada kenyataannya hal tidak berpengaruh," katanya.
Menurut Dr Daniel, satu-satunya jalan terbaik untuk menghindari hilangnya memori otak yang lebih parah hanyalah dengan berhenti mengkonsumsi ekstasi dan narkoba jenis lainnya.
Bulan Juni 2012 yang lalu, Kepala Bagian Humas Badan Narkotika Nasional (BNN), Sumirat Dwiyanto, memperkirakan kebutuhan ekstasi di Indonesia setiap tahunnya mecapai 140 juta butir. Jumlah tersebut bernilai Rp48,2 triliun (US$5 miliar). Jumlah kebutuhan tersebut untuk memenuhi pengguna ekstasi yang mencapai 3,8 juta orang. Sedangkan jumlah yang dalam proses rehabilitasi hanya 18 ribu orang (0,48 persen) saja.
Ekstasi dan narkoba jenis lainnya dapat gangguan memori otak yang terjadi pada awal demensia. (foto:funnyjunk.com) |
Komentar
Posting Komentar