Telepon Pintar Menyebabkan Ketidakstabilan Otak
Sebuah studi mendapati ketidakseimbangan fungsi otak pada remaja yang sering bermain telepon pintar dan internet. Menurut studi yang diliris 30/11/2017 oleh Pew Research Center, 46% orang Amerika tidak dapat hidup tanpa telepon pintar mereka.
Diduga bahwa di masa mendatang akan lebih banyak lagi orang-orang yang bergantung kepada telepon pintar dan barang-barang electronik lainnya untuk memperoleh informasi, dan permainan.
Kekhawatiran lainnya bagi remaja-remaja itu adalah dengan seringnya menatap ponsel mereka maka semakin jarang mereka berinteraksi dengan orang lain. Hal itu tentu akan berefek kepada otak.
Dr. Hyung Suk Seo, M.D., profesor neuroradiologi di Universitas Korea di Seoul, bersama rekan-rekannya menggunakan MRS (Magnetic Resonance Spectroscopy) untuk memperoleh data dari otak para remaja yang sering bermain telepon pintar dan internet.
Studi melibatkan oleh 19 pemuda dengan usia rata-rata 15,5 tahun. 9 diantaranya adalah pria. Mereka adalah remaja-remaja yang kecanduan dengan ponsel dan internet. 12 orang peserta diberikan terapi kognitif prilaku untuk pecandu game.
Studi itu melakukan tes tingkat keparahan kecanduan internet para peserta. Fokus percobaan itu adalah melihat sejauh mana penguna internet dan ponsel mempengaruhi rutinitas sehari-hari, kehidupan sosial, produktivitas, pola tidur, dan perasaan mereka.
Dr. Seo berkata bahwa dalam studi itu semakin tinggi nilai yang diperoleh maka semakin parah juga kecanduannya. Nilai depresi, kegelisahan, dan insomnia mereka biasanya sangat tinggi.
Hal ini dikaitkan dengan hasil scan otak para responden yang menunjukkan adanya peningkatan kadar GABA (gamma aminobutyric acid) atau senyawa yang memperlambat sinyal otak dan penurunan glutamate-glutamine (Glx) senyawa yang memicu sel otak menjadi lebih senang pada otak mereka.
Penelitian sebelumnya menunjukkan GABA ditemukan pada remaja yang mengalami kecanduan dan peneliti mengaitkannya dengan kecanduan ponsel.
Hasil penelitian menunjukkan, terapi kognitif kadar GABA di otak sebagian remaja menurun signifikan. Temuan ini membuktikan kecanduan pada ponsel juga bisa mempengaruhi fungsi otak.
Sementara survei yang dilakukan terhadap 1.700 responden di Amerika Serikat dan Eropa menunjukkan banyak orang yang tak biasa menahan diri untuk tidak mengecek ponselnya.
Bahkan, di situasi-situasi yang tidak memungkinkan seperti saat bercinta 7%, di toilet 72%, di pemakaman 11% orang tetap memeriksa ponselnya. Dua pertiga responden juga mengaku cemas bila tidak terkoneksi dengan Wi-Fi serta rela meninggalkan aktivitas mereka seperti seks 58%, makan junk food 42%, merokok 41%, atau minum alkohol 33% demi koneksi Wi-Fi.
Fakta mengejutkan lainnya, sebanyak 25% responden mengaku lebih memilih Wi-Fi dibandingkan mandi dan 19% lebih memilih hal tersebut daripada berinteraksi dengan manusia.
Diduga bahwa di masa mendatang akan lebih banyak lagi orang-orang yang bergantung kepada telepon pintar dan barang-barang electronik lainnya untuk memperoleh informasi, dan permainan.
Kekhawatiran lainnya bagi remaja-remaja itu adalah dengan seringnya menatap ponsel mereka maka semakin jarang mereka berinteraksi dengan orang lain. Hal itu tentu akan berefek kepada otak.
Dr. Hyung Suk Seo, M.D., profesor neuroradiologi di Universitas Korea di Seoul, bersama rekan-rekannya menggunakan MRS (Magnetic Resonance Spectroscopy) untuk memperoleh data dari otak para remaja yang sering bermain telepon pintar dan internet.
Studi melibatkan oleh 19 pemuda dengan usia rata-rata 15,5 tahun. 9 diantaranya adalah pria. Mereka adalah remaja-remaja yang kecanduan dengan ponsel dan internet. 12 orang peserta diberikan terapi kognitif prilaku untuk pecandu game.
Studi itu melakukan tes tingkat keparahan kecanduan internet para peserta. Fokus percobaan itu adalah melihat sejauh mana penguna internet dan ponsel mempengaruhi rutinitas sehari-hari, kehidupan sosial, produktivitas, pola tidur, dan perasaan mereka.
Dr. Seo berkata bahwa dalam studi itu semakin tinggi nilai yang diperoleh maka semakin parah juga kecanduannya. Nilai depresi, kegelisahan, dan insomnia mereka biasanya sangat tinggi.
Hal ini dikaitkan dengan hasil scan otak para responden yang menunjukkan adanya peningkatan kadar GABA (gamma aminobutyric acid) atau senyawa yang memperlambat sinyal otak dan penurunan glutamate-glutamine (Glx) senyawa yang memicu sel otak menjadi lebih senang pada otak mereka.
Penelitian sebelumnya menunjukkan GABA ditemukan pada remaja yang mengalami kecanduan dan peneliti mengaitkannya dengan kecanduan ponsel.
Hasil penelitian menunjukkan, terapi kognitif kadar GABA di otak sebagian remaja menurun signifikan. Temuan ini membuktikan kecanduan pada ponsel juga bisa mempengaruhi fungsi otak.
Sementara survei yang dilakukan terhadap 1.700 responden di Amerika Serikat dan Eropa menunjukkan banyak orang yang tak biasa menahan diri untuk tidak mengecek ponselnya.
Bahkan, di situasi-situasi yang tidak memungkinkan seperti saat bercinta 7%, di toilet 72%, di pemakaman 11% orang tetap memeriksa ponselnya. Dua pertiga responden juga mengaku cemas bila tidak terkoneksi dengan Wi-Fi serta rela meninggalkan aktivitas mereka seperti seks 58%, makan junk food 42%, merokok 41%, atau minum alkohol 33% demi koneksi Wi-Fi.
Fakta mengejutkan lainnya, sebanyak 25% responden mengaku lebih memilih Wi-Fi dibandingkan mandi dan 19% lebih memilih hal tersebut daripada berinteraksi dengan manusia.
Para pecandu smartphone dan internet sering bermasalah dalam aspek depresi, gangguan kecemasan, insomnia dan bersikap impulsif. |
Komentar
Posting Komentar